Senin, April 20, 2009

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional. Semua pendidikan berkepentingan dengan kurikulum, sebab kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan dan mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas dan lebih berkemampuan.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan, serta proses pendidikan. Kemampuan seorang guru diuji dalam bentuk perbuatan yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup yang diterapkan di dalam kelas. Disana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru diuji. Perwujudan konsep, prinsip, dan aspek-aspek kurikulum tersebut seluruhnya terletak pada guru. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum.
Sebagai alat penting dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, kurikulum hendaknya berperan dan bersifat anticipatory dan adaptif terhadap perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurikulum tidak boleh statis. Oleh karena itu, wajar jika kurikulum selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang terjadi. Pendapat sebagian masyarakat yang menyatakan “Ganti Menteri, Ganti Kurikulum” hanyalah disebabkan karena mereka tidak memahami alasan mendasar terjadinya pergantian tersebut. Kalau kita ingin pendidikan maju, kita harus menerima perubahan, karena pada dasarnya yang kekal hanyalah perubahan.
Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan kurikulum lebih dititikberatkan pada upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengajarkan bahan, menarik minat siswa dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara Beane, Toepfer dan Allesia menyatakan bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses dimana partisipasi pada berbagai tingkat dalam membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses mengajar belajar dan apakah tujuan serta alat itu serasi dan efektif (dalam Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Subandijah)
Dari kedua pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu proses merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah berlaku, sehingga dapat diciptakan kondisi mengajar-belajar yang lebih baik. Dengan kata lain, pengembangan kurikulum adalah kegiatan untuk menghasilkan kurikulum baru melalui langkah-langkah penyusunan kurikulum atas dasar hasil penilaian yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
Miller dan Seller (1985) lebih menekankan pada hal yang penting dalam pengembangan kurikulum yaitu Orientasi. Orientasi dalam pengembangan kurikulum menyangkut tujuh aspek yakni: prilaku, disiplin ilmu, masyarakat, pengembangan, proses kognitif, humanistic dan transpersonal. Disamping itu, orientasi menyangkut enam masalah pokok, yaitu:
1. Tujuan pendidikan: menunjukkan arah kegiatan,
2. Konsepsi tentang anak: pandangan mengenai anak, apakah sebagai pelaku aktif atau pasif,
3. Konsepsi tentang proses mengajar-belajar: aspek transpersonal, kehidupan batin anak dan perubahan tingkah laku,
4. Konsepsi tentang lingkungan: pengaturan lingkungan untuk memperlancar belajar,
5. Konsepsi tentang peranan guru: otoriter, directive atau fasilitator, dan;
6. Evaluasi belajar, mengacu pada tes, eksperimental atau bersifat terbuka.
Setiap pengembangan kurikulum, harus berpijak pada sejumlah landasan, dan harus menerapkan atau menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Dengan adanya prinsip tersebut, setiap pengembangan kurikulum diikat oleh ketentuan atau hukum sehingga dalam pengembangannya mempunyai arah yang jelas sesuai dengan prinsip yang telah disepakati.

B. Rumusan Masalah

Mengingat cakupan dari materi kurikulum sangat luas, maka perlu dibuat rumusan masalah. Adapun yang menjadi rumusan masalah pada pembahasan makalah ini adalah :
Apa saja prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum ?
Siapa saja yang berperan dalam pengembangan kurikulum ?
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menghambat pengembangan kurikulum ?

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk :
Memberi penjelasan tentang prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
Memberi penjelasan tentang siapa saja yang berperan dalam pengembangan kurikulum.
Memberi penjelasan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menghambat pengembangan kurikulum

BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidikan, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang sedang membangun. Pengembangan kurikulum harus didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah sehingga dapat memperlancar pelaksanaan proses pendidikan dalam rangka perwujudan atau pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengelompokkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum ke dalam dua bagian yaitu prinsip-prinsip umum dan prinsip-pinsip khusus.
1. Prinsip-Prinsip Umum yang terdiri dari lima prinsip :
a. Prinsip Relevansi
- Relevansi keluar kurikulum yaitu tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum itu sendiri. Maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, yang menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Isi kurikulum mempersiapkan siswa sekarang dan siswa yang akan datang untuk tugas yang ada dalam perkembangan masyarakat.
- Relevansi didalam kurikulum yaitu: adanya kesesuaian atau konsistensi antara kompenen-kompenen kurikulum yaitu antara tujuan, isi proses penyampaian dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
b. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya mungkin terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.
c. Prinsip Kontinuitas (kesinambungan)
Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembangan kurikulum sekolah dasar dengan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi.
d. Prinsip Praktis
Kurikulum harus praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. dan efisien.. Walaupun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan-peralatan yang sangat khusus dan mahal biayanya maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan , baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis
e. Prinsip Efektivitas
Walaupun kurikulum tersebut harus murah dan sederhana tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan dibidang pendidikan juga merupakan bagian yang dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dibidang pendidikan. Keberhasilan kurikulum akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan.
Kurikulum pada dasarnya berintikan empat aspek utama yaitu:
a. Tujuan-tujuan pendidikan.
b. Isi Pendidikan
c. Pengalaman belajar
d. Penilaian
Keempat aspek diatas serta kebijaksanaan pendidikan perlu selalu mendapat perhatian dalam pengembangan kurikulum.


2. Prinsip-Prinsip Khusus
Prinsip-prinsip khusus ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar dan penilaian. Prinsip khusus ini terdiri dari lima hal yakni:
Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan merupakan pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan kompenen-kompenen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:
Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen lembaga negara mengenai tujuan, dan strategi pembangunan termasuk didalamnya pendidikan
Survai mengenai persepsi orang tua/ masyarakat tentang kebutuhan mereka yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan mereka
Survei tentang pandangan para ahli dalam bidang-bidang tertentu, dihimpun melalui angket, wawancara, observasi, dan dari berbagai media massa
Survai tentang manpower
Pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama
Penelitian

Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan keutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu:
Perlu penjabaran tujuan pendidikan/ pengajaran kedalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin umum suatu perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan pengalaman belajar
Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. Pengetahuan, sikap dan ketrampilan diberikan secara simultan dalam urutan situasi belajar

Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Apakah metode/ teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran?
Apakah metode/ teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa
Apakah metode/ teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat?
Apakah metode/ teknik tersebut dapat menciptakan kegiatan yuntuk mencapai tujuan, kognitif, afektif dan psikomotor?
Apakah metode/ teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa atau mengaktifkan guru atau kedua-duanya.
Apakah metode/ teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru.?
Apakah metode/ teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar disekolah dan di rumah juga mendorong penggunaan sumber yang ada dirumah dan di masyarakat?
Untuk belajar ketrampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan ”learning by doing” di samping ” learning by seeing and knowing.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Proses belajar mengajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pengajaran yang tepat.
Alat / media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah semuanya sudah tersedia? Bila alat tersebut tidak ada apa penggantinya?
Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya memperhatikan bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, pembiayaannya dan waktu pembuatannya?
Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran, apakah dalam bentuk modul, paket belajar, dan lain-lain?
Bagaimana pengintegrasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar?
Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian integral dari pengajaran:
Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya diikuti langkah-langkah :
Rumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Uraikan kedalam bentuk tingkah laku murid yang dapat diamati. Hubungkan dengan bahan pelajaran. Tuliskan butir-butir test.
Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya diperhatikan : bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akan dites?. Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test?. Apakah test tersebut berbentuk uraian atau objektif?. Berapa banyak butir test perlu disusun?. Apakah test tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?
Dalam pengolahan suatu hasil penilaian hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Norma apa yang digunakan di dalam pengolahan hasil test?
Apakah digunakan formula quessing?
Bagaimana pengubahan skor mentah ke dalam skor masak?
Skor standar apa yang digunakan?
Untuk apakah hasil-hasil test digunakan?

Pengembangan kurikulum sekolah di Indonesia mengikuti prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang berbeda, namun sasaran yang hendak dicapai adalah sama , yaitu dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pendidikan nasional pada khususnya dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pengembangan kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia antara lain:
Kurikulum 1975; mengacu pada prinsip pengembangan:
- Fleksibelitas,
- Efesiensi dan efektivitas,
- Berorientasi pada tujuan,
- Kontinuitas,
- Pendidikan seumur hidup,
Kurikulum 1984; mengacu pada prinsip:
- Relevansi,
- Pendekatan pengembangan,
- Pendidikan seumur hidup,
- Keluwesan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); mengacu pada:
- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya,
- Beragam dan terpadu,
- Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
- Relevan dengan kebutuhan kehidupan,
- Menyeluruh dan berkesinambungan,
- Belajar sepanjang hayat,
- Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah,

B. Pihak-Pihak Yang Berperan Dalam Pengembangan Kurikulum

Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu: administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum
Peranan para administrator pendidikan
Para administrator pendidikan ini terdiri atas: direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah, kepala kantor kabupaten dan kecamatan serta kepala sekolah. Peranan para administrator di tingkat pusat dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasr hukum, menyusun kerangka dasar serta program inti kurikulum. Kerangka dasar dan program inti tersebut akan menentukan minimum course yang dituntut.
Para kepala sekolah mempunyai wewenang dalam membuat operasionalisasi sistem pendidikan pada masing-masing sekolah. Para kepala sekolah ini sesungguhnya secara terus menrus terlibat dalam pengembangan dan implementasi kurikulum, memberikan dorongan dan bimbingan kepada guru-guru. Peran kepala sekolah lebih banyak berkenaan dengan implementasi kurikulum dan menciptakan kondisi untuk pengembangan kurikulum di sekolahnya. Kepala sekolah merupakan figur kunci di sekolahnya kepemimpinannya mempengaruhi suasana sekolah dn pengembangan kurikulum.
Peran para ahli
Partisipasi para ahli pendidikan dan ahli kurikulum sangat dibutuhkan dalam pengembangan kurikulum pada tingkat pusat. Apabila pengembangan kurikulum sudah banyak dilakukan pada tingkat daerah atau lokal, maka partisipasi mereka pada tingkat daerah, lokal bahkan sekolah juga sangat diperlukan , sebab apa yang telah digariskan pada tingkat pusat belum tentu dapat dengan mudah dipahami oleh para pengembang dan pelaksana kurikulum di daerah.
Pengembangan kurikulum juga membutuhkan partisipasi para ahli bidang studi/ bidang ilmu yang juga mempunyai wawasan tentang pendidikan serta perkembangan kebutuhan masyarakat. Sumbangan mereka dalam memilih materi bidang ilmu yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat sangat diperlukan. Mereka juga sangat diharapkan partisipasinya dalam menyusun materi ajaran dalam sekuens yang sesuai dengan struktur keilmuan tetapi sangat memudahkan para siswa untuk mempelajarinya.
Peran guru
Peran guru sangat penting dalam perancangan maupun dalam pelaksanaan kurikulum. Guru adalah perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Meskipun guru tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, namun guru mampu menerjemahkan kurikulum yang datang dari atas dengan mengolah, meramu kembali kurikulum yang datang dari pusat untuk disajikan di kelasnya. Karena guru merupakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan maka guru juga yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.
Peran guru bukan hanya menilai prilaku dan partisipasi belajar murid dalam kelas, tetapi juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang lebih luas. Peran guru di kelas adalah seorang komunikator, pendorong kegiatan belajar, pengembang alat-alat belajar, pencoba, penyusunan organisasi, manajer sistem pengajaran, pembimbing baik di sekolah maupun di masyarakat. Guru sebagai pelaksana kurikulum yang menciptakan kegiatan belajar mengajar untuk muridnya. Guru menciptakan situasi belajar yang aktif , menggairahkan, penuh kesungguhan, dan mampu mendorong kreativitas anak dengan ketrampilan dan kemampuan seninya dalam mengajar.
Peran orang tua murid
Peran orang tua dalam pengembangan kurikulum hanya terbatas pada beberapa orang saja yang cukup waktu dan yang mempunyai latar belakang yang memadai. Peran orang tua lebih besar dalam pelaksana kurikulum karena dalam pelakasanaan kurikulum diperlukan kerjasama yang sangat erat dengan guru atau sekolah. Didalam kegiatan kurikulum dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah. Tentu saja peran orang tua sangat diperlukan untuk mengikuti dan mengamati kegiatan belajar anaknya di rumah dan orang tua secara berkala akan menerima laporan kemajuan anaknya berupa rapor sebagai alat komunikasi program pendidikan di sekolah. Orang tua dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah melalui kegiatan diskusi, lokakarya, seminar, pertemuan orang tua-guru, pameran sekolah, dan sebagainya. Kegiatan –kegiatan tersebut akan memberikan umpan balik bagi penyempurnaan kurikulum.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dan Menghambat Pengembangan Kurikulum

Faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum sekolah mendapatkan pengaruh dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat yaitu:

a) Perguruan tinggi
Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di Perguruan Tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan. Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya
b) Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di mana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat, salah satu kekuatan yang ada di masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya mempersiapkan anak untuk hidup, tetapi juga untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekilah.
c) Sistem nilai
Sistem nilai yang ada dalam masyarakat adalah sistem nilai moral, keagamaan, sosial, budaya dan nilai politis.. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Masalah utama yang dihadapi para pengembang kurikulum menghadapi nilai adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak hanya.heterogen Masyarakat umumnya heterogen dan multifaset. Masyarakat memiliki kelompok–kelompok etnis, kelompok intelek, kelompok sosial dan spiritual. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politik, fisik, estetika, etika, religius dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut mengandung nilai-nilai yang berbeda.
Hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan nilai pada siswa adalah:
1) Guru harus mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat.
2) Guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi, etis dan moral
3) Guru berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru
4) Guru menghargai nilai-nilai kelompok lain
5) Guru memahami dan menerima keragaman budaya sendiri.

Hambatan pengembangan kurikulum
Penghambat dalam pengembangan kurikulum terletak pada:
Guru :
Guru yang kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum karena kekurangan waktu, kekurangsesuaian pendapat baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Sebab lain karena kurangnya pengetahuan dan kemampuan dari guru tersebut.

Masyarakat:
Untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan Masyarakat adalah sumber input dari sekolah. Keberhasilan pendidikan, ketepatan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan , serta input fakta dan pemikiran dari masyarakat.
Biaya:
Hambatan yang tidak kalah pentingnya adalah terbatasnya dana untuk mendukung pengembangan kurikulum, apalagi jika pengembangan kurikulum banyak berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip yang sedang berlaku agar hasil pengembangan tersebut sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan dan kebutuhan daerah sehingga dapat memperlancar pelaksanaan proses pendidikan dalam rangka perwujudan atau pencapaian tujuan pendidikan nasional.

2) Pihak-pihak yang berperan dalam pengembangan kurikulum yaitu:
Ø Administrator pendidikan
Ø Ahli pendidikan
Ø Guru
Ø Orangtua murid

3) Kurangnya partisipasi guru dan dukungan masyarakat, serta terbatasnya dana merupakan faktor penghambat dalam pengembangan kurikulum.

B. Saran

a. Sebagai pelaksana kurikulum, guru hendaknya mampu menciptakan situasi belajar yang aktif dan mampu mendorong kreatifitas siswa.
b. Dalam pengembangan kurikulum, hendaknya pihak-pihak yang berperan (administrator pendidikan, ahli pendidikan, guru dan orangtua siswa) duduk bersama untuk dapat menghasilkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik/siswa dan daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Miller, John P dan Seller, Wayne. 1985. Curriculum Perspectives and Practice, London: Longman

Sukmadinata, N.S. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek Bandung : Remaja Rosda Karya
Subandijah. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=424.

http://thita-lil.blogspot.com/2008/06/prinsip-prinsip-dalam-pengembangan.html.

Kamis, April 16, 2009

Komunikasi Organisasi dan Manajemen

Komunikasi merupakan hal yang sangat fundamental dalam kehidupan. Peristiwa komunikasi bisa terjadi di mana-mana. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Berkomunikasi dengan baik akan memberi pengaruh langsung terhadap struktur keseimbangan seseorang dalam masyarakat, apakah ia seorang dokter, dosen, manager, pedagang, pemuka agama, pramuniaga dan sebagainya. Keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir banyak ditentukan oleh kemampuannya berkomunikasi.
Komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan makna. Komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan pihak lain terangsang untuk melakukan sesuatu. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif akan menambah keberhasilan individu maupun organisasi
Komunikasi pada dasarnya dapat dipandang dari berbagai dimensi. Jika dipandang sebagai proses, komunikasi merupakan kegiatan pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara dinamis. Secara simbolik, komunikasi menggunakan berbagai lambang atau simbol yang dinyatakan dalam bentuk non verbal maupun verbal. Sementara sebagai sistem , komunikasi terdiri atas unsur-unsur yang saling bergantung dan merupakan satu kesatuan yang intergratif.
Dalam konteks organisasi, pemahaman mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya, seperti apakah instruksi pimpinan telah dilaksanakan dengan benar oleh bawahan atau bagaimana bawahan mencoba menyampaikan keluhan pada atasan, memungkinkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Bawahan memiliki kebutuhan dan keinginan informasi untuk mengetahui tugas–tugasnya dan mengerti seluruh tujuan dan strategi perusahaan. Keterbukaan dan kejujuran kebijakan komunikasi harus dibangun oleh pimpinan dan harus diterima oleh setiap bawahan. Komunikasi dari manajemen–bawahan, bawahan ke pihak manajemen harus jujur dan dibangun berdasar kepercayaan jika digunakan untuk membangun semangat kerja, produktivitas dan kemajuan organisasi.
Organisasi harus selalu memberikan informasi kepada bawahan tentang program–program organisasi, masalah yang dihadapi, perubahan-perubahan yang dilakukan beserta alasannya atau segala hal yang menarik minat bawahan. Perlu ditumbuhkan kebebasan untuk berdiskusi antara pimpinan dan bawahan. Bila bawahan selalu diberi informasi, maka bawahan akan lebih merasa dihargai, dipercaya dan akan lebih kooperatif mencurahkan usaha pada tujuan–tujuan organisasi. (Treece, 1994: 38). Mediasi yang digunakan untuk melakukan semua itu adalah komunikasi.
Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas bawahan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan perusahaan. Komunikasi yang efektif tergantung dari hubungan bawahan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana perusahaan yang positif. Komunikasi bawahan termasuk dalam komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi memiliki tiga wujud. Pertama, komunikasi ke bawah (downward communication) yaitu komunikasi dari pimpinan kepada bawahan. Kedua, komunikasi ke atas (up ward communication) yaitu komunikasi dari pihak bawahan ke pihak manajemen. Ketiga, komunikasi sejajar (sideways communication), komunikasi yang berlangsung antara sesama bawahan di dalam suatu organisasi (Jefkins, 1995;172).
Komunikasi bawahan meliputi komunikasi interpersonal. Proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi khususnya yang menyangkut komunikasi antara pimpinan dan bawahan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Komunikasi efektif tergantung dari hubungan bawahan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Hubungan atasan dan bawahan merupakan jantung pengelolaan yang efektif. Agar hubungan ini berhasil, harus ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan. (Muhammad, 2001: 172). Rasa percaya, keyakinan, keterbukaan, kejujuran, dukungan keamanan, kepuasan, keterlibatan, tingginya harapan merupakan gambaran iklim perusahaan yang ideal. Tujuan utama dari komunikasi dengan bawahan adalah mengidentifikasi, menciptakan dan menjalin hubungan timbal balik yang menguntungkan antara pimpinan dengan bawahan.
Komunikasi yang efektif ditentukan oleh pihak–pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pimpinan dan bawahan. Pimpinan harus dapat memfasilitasi kondisi komunikasi interpersonal yang efektif yang meliputi: a. keterbukaan (openness), b. empati (empathy), c. kepositifan (positiveness), d. dukungan (supportiveness), dan e. kesetaraan (equality).
Selain itu komunikasi efektif antara pimpanan dan karyawan juga harus dibangun berdasarkan hubungan interpersonal yang efektif. Menurut Roger, hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak memenuhi kondisi sebagai berikut : (a) bertemu satu sama lain secara personal, (b) empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti, (c) menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan, (d) menghayati pengalaman satu sama lain dengan bersungguh–sungguh, bersikap menerima dan empati satu sama lain, (e) merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung dan mengurangi kecenderungan gangguan arti, (f) memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat persamaan aman terhadap yang lain.
1) Hakekat Komunikasi Organisasi dan Manajemen
Organisasi merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi . organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin di capai. Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengkordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
De Vito (dalam Burhan Bungin; 2007) menjelaskan organisasi sebagai sebuah kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah anggotanya bervariasi dari tiga sampai ribuan orang. Organisasi juga memiliki struktur formal maupun informal. Organisasi memiliki tujuan umum untuk meningkatkan pendapatan, namun juga memiliki tujuan-tujuan spesifik yang dimiliki orangorang dalam organisasi itu. Dan untuk untuk mencapai tujuan, organisasi membuat norma aturan yang dipatuhi oleh semua anggota-anggota organisasi.
Dari batasan tersebut, maka suatu organisasi sebenarnya memiliki karakter yang hampir sama dengan kelompok, perbedaannya utamanya pada struktur yang lebih rumit dan norma-norma organisasi yang kompeks. Organisasi memiliki suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang sangat jelas, seperti pimpinan, staf dan karyawan. Masing-masing orang dalam posisi tersebut memiliki tanggungjawab terhadap bidang pekerjaannya itu. Dengan demikian, komunikasi organisasi adalah komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi.

Secara umum organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
ü Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab.
ü Adanya pusat kekuasaan
ü Adanya substitusi sumber daya manusia
ü Adanya ketergantungan antar anggota
ü Adanya koordinasi antar komponen
ü Adanya interaksi yang berulang-ulang.
Jika dilihat dari orientasi laba, organisasi dibagi atas dua tipe yakni:
1. organisasi yang berorintasi laba (profit oriented organization)
2. organisasi nirlaba (non-profit oriented organization))
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
· kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan
· rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
· divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
· tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
· disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
· mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses:
penentuan (enachment) seleksi (selection) penyimpanan (retention)
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal. Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?”
2. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.

3. Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme. Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi.

2) Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi Dan Manajemen
Menurut Sendjaja (2002: 4.8) dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
1) atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
1. keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah
2. kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi
3. kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
4. tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
2) berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.


4. Fungsi IntegratifSetiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

1) Gaya Komunikasi Dalam Organisasi Dan Manajemen
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver). Ada enam gaya komunikasi , yaitu:
1. The controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yang berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demikian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
2. The equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
3. The structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4. The dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/bawahan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5. The relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain. Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya
6. The withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat dan produktif.

2) Saluran Komunikasi Dalam Organisasi Dan Manajemen
Komunikasi yang terjadi antara orang-dalam organisasi disebut komunikasi internal. Disamping itu, organisasi juga perlu melakukan komunikasi dengan pihak luar yang disebut dengan komunikasi eksternal. Masing-masing organisasi akan memiih caranya sendiri untu menyampaikan informasi. Pemilihan cara berkomunikasi akan berpengaruh terhadap efektifitas komunikasi.
Ditinjau dari sudut formalitas, saluran komunikasi terdiri atas saluran formal dan informal.
1) Saluran Komunikasi Formal
Saluran formal merupakan saluran komunikasi resmi yang mengikuti rantai komando dalam struktur organisasi. Saluran itu pada umumnya bisa diketahui dari struktur organisasi suatu perusahaan. Komunikasi formal bisa terjadi secara vertical maupun horizontal.
Komunikasi vertical merupakan komunikasi yang terjadi antara atasan dengan bawahan.komunikasi yang mengalir dari atasan kepada bawahan biasanya berbentuk perintah, pengarahan dan pelatihan. Sedangkan komunikasi dari bawahan kepada atasan bisa berupa laporan, pengaduan dan usulan.
Komunikasi horizontal merupakan komunikasi yang terjadi antara rekan sekerja dengan tingkat hirarki yang sama. Komunikasi tersebut mampu meningkatkan koordinasi antar bagian, kekompakan dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Komunikasi horizontal disebut juga komunikasi lateral.
Peluang terjadinya kesalahan pada setiap mata rantai komunikasi cukup besar. Tingkat paling bawah mungkin hanya menerima sebagian informasi atau bahkan menerima informasi yang salah.apabila perusahaan bergantung pada informasi formal saja, maka kemungkinan besar akan terjadi salah pengertian (distorsi). Disamping itu, komunikasi formal dapat mengebabkan organisasi terkotak-kotak dan selanjutnya menghambat kelancaran komunikasi lintas bagian dalam organisasi.
Hubungan hirarki antar bagian atau divisi yang ada dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:


Gbr. 1. Saluran komunikasi formal dalam perusahaan

Gbr. 2. Komunikasi formal pada sekolah (SMK Bisnis dan Manajemen)


2) Saluran Komunikasi Informal.
Gambar informasi formal menunjukkan bagaiman seharusnya informasi mengalir dalam organisasi atau perusahaan. Namun pada kenyataannya, sebagian besar organisasi juga memiliki saluran komunikasi informal disamping formal. Komunikasi informal mngabaikan hirarki organisasi. Komunikasi informal sering disebut desas desus, rumor atau selentingan.
Percakapan antar individu dalam organisasi tidak bisa dihindari. Percakapan tersebut biasanya menyangkut masalah pribadi, misalnya keadaan keluarga, kegemarn, keluhan dan sebagainya. Namn demikian, dari hasil survey diperoleh data bahwa 80% dari informal yang mengalir adalah yang menyangkut masalah bisnis (Bovee dan Thil, 2003:11; dalam Sutrisna Dewi). Misalnya perubahan dalam kebijakan organisasi, potensi dipromosikan, kompensasi dan lain sebagainya.
Seperti halnya komunikasi formal, komunikasi informal juga bisa mengalr ke atas, ke bawah dan ke samping. Para pimpinan biasanya waspada terhadap saluran komunikasi informal karena hal itu bisa mengancam kekuatan mereka. Akan tetapi, ada pula yang justru memanfaatkan saluran komunikasi informal untuk menyebarkan dan menerima pesan.oleh karena itu, saluran komunikasi informal bisa berdampak negatif dan bisa juga positif.

Daftar Pustaka
Mulyana, D.2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dewi, S. 2006. Komunikasi Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Andi
Bungin, B. 2007. Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Kencana Pranada Media Group.
Em Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, McGrraw-Hill Companies
Jefkins, F. 1995. Public Relations. Edisi Keempat. Alih Bahasa Haris Munandar, Jakarta: Erlangga.
Sendjaja, 1994, Teori-Teori Komunikasi, Universitas Terbuka