Kamis, April 16, 2009

Komunikasi Organisasi dan Manajemen

Komunikasi merupakan hal yang sangat fundamental dalam kehidupan. Peristiwa komunikasi bisa terjadi di mana-mana. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Berkomunikasi dengan baik akan memberi pengaruh langsung terhadap struktur keseimbangan seseorang dalam masyarakat, apakah ia seorang dokter, dosen, manager, pedagang, pemuka agama, pramuniaga dan sebagainya. Keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir banyak ditentukan oleh kemampuannya berkomunikasi.
Komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan makna. Komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan pihak lain terangsang untuk melakukan sesuatu. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif akan menambah keberhasilan individu maupun organisasi
Komunikasi pada dasarnya dapat dipandang dari berbagai dimensi. Jika dipandang sebagai proses, komunikasi merupakan kegiatan pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara dinamis. Secara simbolik, komunikasi menggunakan berbagai lambang atau simbol yang dinyatakan dalam bentuk non verbal maupun verbal. Sementara sebagai sistem , komunikasi terdiri atas unsur-unsur yang saling bergantung dan merupakan satu kesatuan yang intergratif.
Dalam konteks organisasi, pemahaman mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya, seperti apakah instruksi pimpinan telah dilaksanakan dengan benar oleh bawahan atau bagaimana bawahan mencoba menyampaikan keluhan pada atasan, memungkinkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Bawahan memiliki kebutuhan dan keinginan informasi untuk mengetahui tugas–tugasnya dan mengerti seluruh tujuan dan strategi perusahaan. Keterbukaan dan kejujuran kebijakan komunikasi harus dibangun oleh pimpinan dan harus diterima oleh setiap bawahan. Komunikasi dari manajemen–bawahan, bawahan ke pihak manajemen harus jujur dan dibangun berdasar kepercayaan jika digunakan untuk membangun semangat kerja, produktivitas dan kemajuan organisasi.
Organisasi harus selalu memberikan informasi kepada bawahan tentang program–program organisasi, masalah yang dihadapi, perubahan-perubahan yang dilakukan beserta alasannya atau segala hal yang menarik minat bawahan. Perlu ditumbuhkan kebebasan untuk berdiskusi antara pimpinan dan bawahan. Bila bawahan selalu diberi informasi, maka bawahan akan lebih merasa dihargai, dipercaya dan akan lebih kooperatif mencurahkan usaha pada tujuan–tujuan organisasi. (Treece, 1994: 38). Mediasi yang digunakan untuk melakukan semua itu adalah komunikasi.
Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas bawahan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan perusahaan. Komunikasi yang efektif tergantung dari hubungan bawahan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana perusahaan yang positif. Komunikasi bawahan termasuk dalam komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi memiliki tiga wujud. Pertama, komunikasi ke bawah (downward communication) yaitu komunikasi dari pimpinan kepada bawahan. Kedua, komunikasi ke atas (up ward communication) yaitu komunikasi dari pihak bawahan ke pihak manajemen. Ketiga, komunikasi sejajar (sideways communication), komunikasi yang berlangsung antara sesama bawahan di dalam suatu organisasi (Jefkins, 1995;172).
Komunikasi bawahan meliputi komunikasi interpersonal. Proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi khususnya yang menyangkut komunikasi antara pimpinan dan bawahan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Komunikasi efektif tergantung dari hubungan bawahan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Hubungan atasan dan bawahan merupakan jantung pengelolaan yang efektif. Agar hubungan ini berhasil, harus ada kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan. (Muhammad, 2001: 172). Rasa percaya, keyakinan, keterbukaan, kejujuran, dukungan keamanan, kepuasan, keterlibatan, tingginya harapan merupakan gambaran iklim perusahaan yang ideal. Tujuan utama dari komunikasi dengan bawahan adalah mengidentifikasi, menciptakan dan menjalin hubungan timbal balik yang menguntungkan antara pimpinan dengan bawahan.
Komunikasi yang efektif ditentukan oleh pihak–pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pimpinan dan bawahan. Pimpinan harus dapat memfasilitasi kondisi komunikasi interpersonal yang efektif yang meliputi: a. keterbukaan (openness), b. empati (empathy), c. kepositifan (positiveness), d. dukungan (supportiveness), dan e. kesetaraan (equality).
Selain itu komunikasi efektif antara pimpanan dan karyawan juga harus dibangun berdasarkan hubungan interpersonal yang efektif. Menurut Roger, hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak memenuhi kondisi sebagai berikut : (a) bertemu satu sama lain secara personal, (b) empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti, (c) menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan, (d) menghayati pengalaman satu sama lain dengan bersungguh–sungguh, bersikap menerima dan empati satu sama lain, (e) merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung dan mengurangi kecenderungan gangguan arti, (f) memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat persamaan aman terhadap yang lain.
1) Hakekat Komunikasi Organisasi dan Manajemen
Organisasi merupakan wadah di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi . organisasi juga terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin di capai. Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.
Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengkordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
De Vito (dalam Burhan Bungin; 2007) menjelaskan organisasi sebagai sebuah kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah anggotanya bervariasi dari tiga sampai ribuan orang. Organisasi juga memiliki struktur formal maupun informal. Organisasi memiliki tujuan umum untuk meningkatkan pendapatan, namun juga memiliki tujuan-tujuan spesifik yang dimiliki orangorang dalam organisasi itu. Dan untuk untuk mencapai tujuan, organisasi membuat norma aturan yang dipatuhi oleh semua anggota-anggota organisasi.
Dari batasan tersebut, maka suatu organisasi sebenarnya memiliki karakter yang hampir sama dengan kelompok, perbedaannya utamanya pada struktur yang lebih rumit dan norma-norma organisasi yang kompeks. Organisasi memiliki suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang sangat jelas, seperti pimpinan, staf dan karyawan. Masing-masing orang dalam posisi tersebut memiliki tanggungjawab terhadap bidang pekerjaannya itu. Dengan demikian, komunikasi organisasi adalah komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi.

Secara umum organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
ü Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab.
ü Adanya pusat kekuasaan
ü Adanya substitusi sumber daya manusia
ü Adanya ketergantungan antar anggota
ü Adanya koordinasi antar komponen
ü Adanya interaksi yang berulang-ulang.
Jika dilihat dari orientasi laba, organisasi dibagi atas dua tipe yakni:
1. organisasi yang berorintasi laba (profit oriented organization)
2. organisasi nirlaba (non-profit oriented organization))
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:
· kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan
· rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
· divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
· tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
· disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
· mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses:
penentuan (enachment) seleksi (selection) penyimpanan (retention)
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal. Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.
Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?”
2. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.

3. Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme. Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi.

2) Fungsi Komunikasi Dalam Organisasi Dan Manajemen
Menurut Sendjaja (2002: 4.8) dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2. Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
1) atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
1. keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah
2. kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi
3. kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
4. tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
2) berkaitan dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.


4. Fungsi IntegratifSetiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.

1) Gaya Komunikasi Dalam Organisasi Dan Manajemen
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver). Ada enam gaya komunikasi , yaitu:
1. The controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yang berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demikian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
2. The equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
3. The structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4. The dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/bawahan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5. The relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain. Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya
6. The withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat dan produktif.

2) Saluran Komunikasi Dalam Organisasi Dan Manajemen
Komunikasi yang terjadi antara orang-dalam organisasi disebut komunikasi internal. Disamping itu, organisasi juga perlu melakukan komunikasi dengan pihak luar yang disebut dengan komunikasi eksternal. Masing-masing organisasi akan memiih caranya sendiri untu menyampaikan informasi. Pemilihan cara berkomunikasi akan berpengaruh terhadap efektifitas komunikasi.
Ditinjau dari sudut formalitas, saluran komunikasi terdiri atas saluran formal dan informal.
1) Saluran Komunikasi Formal
Saluran formal merupakan saluran komunikasi resmi yang mengikuti rantai komando dalam struktur organisasi. Saluran itu pada umumnya bisa diketahui dari struktur organisasi suatu perusahaan. Komunikasi formal bisa terjadi secara vertical maupun horizontal.
Komunikasi vertical merupakan komunikasi yang terjadi antara atasan dengan bawahan.komunikasi yang mengalir dari atasan kepada bawahan biasanya berbentuk perintah, pengarahan dan pelatihan. Sedangkan komunikasi dari bawahan kepada atasan bisa berupa laporan, pengaduan dan usulan.
Komunikasi horizontal merupakan komunikasi yang terjadi antara rekan sekerja dengan tingkat hirarki yang sama. Komunikasi tersebut mampu meningkatkan koordinasi antar bagian, kekompakan dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Komunikasi horizontal disebut juga komunikasi lateral.
Peluang terjadinya kesalahan pada setiap mata rantai komunikasi cukup besar. Tingkat paling bawah mungkin hanya menerima sebagian informasi atau bahkan menerima informasi yang salah.apabila perusahaan bergantung pada informasi formal saja, maka kemungkinan besar akan terjadi salah pengertian (distorsi). Disamping itu, komunikasi formal dapat mengebabkan organisasi terkotak-kotak dan selanjutnya menghambat kelancaran komunikasi lintas bagian dalam organisasi.
Hubungan hirarki antar bagian atau divisi yang ada dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut:


Gbr. 1. Saluran komunikasi formal dalam perusahaan

Gbr. 2. Komunikasi formal pada sekolah (SMK Bisnis dan Manajemen)


2) Saluran Komunikasi Informal.
Gambar informasi formal menunjukkan bagaiman seharusnya informasi mengalir dalam organisasi atau perusahaan. Namun pada kenyataannya, sebagian besar organisasi juga memiliki saluran komunikasi informal disamping formal. Komunikasi informal mngabaikan hirarki organisasi. Komunikasi informal sering disebut desas desus, rumor atau selentingan.
Percakapan antar individu dalam organisasi tidak bisa dihindari. Percakapan tersebut biasanya menyangkut masalah pribadi, misalnya keadaan keluarga, kegemarn, keluhan dan sebagainya. Namn demikian, dari hasil survey diperoleh data bahwa 80% dari informal yang mengalir adalah yang menyangkut masalah bisnis (Bovee dan Thil, 2003:11; dalam Sutrisna Dewi). Misalnya perubahan dalam kebijakan organisasi, potensi dipromosikan, kompensasi dan lain sebagainya.
Seperti halnya komunikasi formal, komunikasi informal juga bisa mengalr ke atas, ke bawah dan ke samping. Para pimpinan biasanya waspada terhadap saluran komunikasi informal karena hal itu bisa mengancam kekuatan mereka. Akan tetapi, ada pula yang justru memanfaatkan saluran komunikasi informal untuk menyebarkan dan menerima pesan.oleh karena itu, saluran komunikasi informal bisa berdampak negatif dan bisa juga positif.

Daftar Pustaka
Mulyana, D.2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Dewi, S. 2006. Komunikasi Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Andi
Bungin, B. 2007. Sosiologi Komunikasi, Jakarta: Kencana Pranada Media Group.
Em Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, McGrraw-Hill Companies
Jefkins, F. 1995. Public Relations. Edisi Keempat. Alih Bahasa Haris Munandar, Jakarta: Erlangga.
Sendjaja, 1994, Teori-Teori Komunikasi, Universitas Terbuka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar